Kamis, 30 September 2010

Hukum Mani dan Madzi

Menurut pendapat ulama yang terpilih air mani statusnya suci. Dalilnya adalah riwayat ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha ia berkata:

“Rasulullah biasanya mencuci pakaiannya yang terkena mani. Setelah itu baru kemudian berangkat menuju shalat dengan tetap mengenakan pakaian tersebut. Sementara aku masih melihat bekas bilasan pada pakaian tersebut.” (H.R Muttafaqun ‘alaih)

Dalam riwayat Muslim disebutkan:

“Aku pernah mengerik bekas mani yang tersisa pada pakaian Rasulullah, lalu beliau kenakan untuk shalat.”

Dalam lafal lain berbunyi,

“ Aku pernah mengerik mani yang mengering pada pakaian beliau dengan kuku.”

Bahkan diriwayatkan secara sahih bahwa beliau mambiarkannya saja mani yang masih basah. Cukup beliau dengan mengusapnya dengan batng kayu atau sejenisnya. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ahmad (VI/243)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa ia berkata:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menghilangkan bekas mani pada pakaiannya dengan kayu idzkhir kemudian mengerjakan shalat dengan mengenakannya. Bila mani itu mongering beliau kerik kemudian mengerjakan shalat dengan pakaian itu.” (Hadits Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahih beliau dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ I/197)

Adapun madzi statusnya najis berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

“Saya adalah seorang pria yang sering mengeluarkan madzi. Karena itu saya pun menyuruh Miqdad menenyakan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah bersabda, cukup berwudhu saja!” (H.R Bukhari)

Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa Rasulullah memerintahkan beliau untuk mencuci zakar dan buah pelir lalu berwudhu. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu ‘Uwanah dalam Al-Mustakhrij.

Dalam kitab At-Talkhis Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Sanad hadits ini bersih tidak ada cacatnya. Oleh sebab itu, madzi statusnya najis wajib mencuci zakar dan buah pelir karena mengeluarkannya serta membatalkan wudhu.”

Bagaiman dengan pakaiannya? “Dianjurkan agar mengerik mani yang melekat pada pakaian meski kita telah menyatakan bahwa mani itu suci. Namun tetap sah shalat dengan mengenakan pakaian yang terkena mani meskipun belum dikerik.” (Al-Mughni I/763)

Adapun madzi, maka cukuplah dengan memercikkan air pada pakaian yang terkena karena sangat menyulitkan bila harus dicuci. Dalilnya adalah riwayat Abu Dawud dalam Sunannya, dari Sahal bin Hanif radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

“Saya merasakan kesulitan yang sangat disebabkan sering mengeluarkan madzi, sehingga saya berulang kali mandi. Lalu saya tanyakan hal tersebut kepada Rasulullah. Beliau menjawab, “Cukup bagimu berwudhu!” Wahai Rasulullah, bagaimana dengan pakaian yang terkena madzi?” tanyaku lagi. “Cukup engkau ambil seciduk air lalu percikan pada bagian yang terkena madzi!” jawab beliau.

Penulis kitab Tuhfatul Ahwadzi (I/373) berkata, “Hadits ini merupakan dalil bahwa bila madzi mengenai pakaian maka cukup dipercikan air pada bagian yang terkena madzi dan tidak perlu dicuci.” Wallahu a’lam…

El-Fata edisi 04 vol. III

Tidak ada komentar:

Posting Komentar