Selasa, 12 Oktober 2010

TAFSIR : Berdebat Tanpa Ilmu (Bagian 2)

Berdebat, antara yang Boleh dan yang Terlarang

Terdapat nash-nash yang menjelaskan tentang tercelanya berdebat dalam agama Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

مَا يُجَادِلُ فِي آيَاتِ اللهِ إِلاَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوا فَلاَ يَغْرُرْكَ تَقَلُّبُهُمْ فِي الْبِلاَدِ

“Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang kafir. Karena itu janganlah pulang balik mereka dengan bebas dari suatu kota ke kota yang lain memperdayakan kamu.” (Ghafir: 4)

dan firman-Nya:

إِنَّ الَّذِيْنَ يُجَادِلُوْنَ فِي آيَاتِ اللهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ إِنْ فِي صُدُوْرِهِمْ إِلاَّ كِبْرٌ مَا هُمْ بِبَالِغِيْهِ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Ghafir: 56)

Telah diriwayatkan dari hadits Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلىَ اللهِ اْلأَلَدُّ الْخَصِمُ

“Orang yang paling dibenci Allah adalah yang suka berdebat.” (Muttafaq Alaihi)

Juga dari hadits Abu Umamah radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوا الْجَدَلَ. ثُمَّ تَلاَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ اْلآيَةَ: {مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُوْنَ}

“Tidaklah tersesat satu kaum setelah mendapatkan hidayah yang dahulu mereka di atasnya, melainkan mereka diberi sifat berdebat.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُوْنَ

“Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (Az-Zukhruf: 58) [HR.Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan Al-Albani t dalam Shahih Al-Jami’ no. 5633]

Abdurrahman bin Abiz Zinad berkata: “Kami mendapati orang-orang yang mulia dan ahli fiqih -dari orang-orang pilihan manusia- sangat mencela para ahli debat dan yang mendahulukan akalnya. Dan mereka melarang kami bertemu dan duduk bersama orang-orang itu. Mereka juga memperingatkan kami dengan keras dari mendekati mereka.” (lihat Al-Ibanah Al-Kubra 2/532, Mauqif Ahlis Sunnah, Asy-Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili 2/591)

Demikian pula Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengatakan: “Pokok-pokok ajaran As-Sunnah menurut kami adalah: berpegang teguh di atas metode para sahabat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengikuti mereka, dan meninggalkan bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat. Dan meninggalkan pertengkaran serta duduk bersama pengekor hawa nafsu, juga meninggalkan dialog dan berdebat serta bertengkar dalam agama ini.” (Syarh Al-Lalika`i, 1/156, Mauqif Ahlis Sunnah, Ar-Ruhaili 2/591)

Wahb bin Munabbih rahimahullahu berkata: “Tinggalkan perdebatan dari perkaramu. Karena sesungguhnya engkau tidak akan terlepas dari menghadapi salah satu dari dua orang: (1) orang yang lebih berilmu darimu, lalu bagaimana mungkin engkau berdebat dengan orang yang lebih berilmu darimu? (2) orang yang engkau lebih berilmu darinya, maka bagaimana mungkin engkau mendebat orang yang engkau lebih berilmu darinya, lalu dia tidak mengikutimu? Maka tinggalkanlah perdebatan tersebut!” (Lammud Durr, karangan Jamal Al-Haritsi hal. 158)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar