Jumat, 01 Oktober 2010

Asal Usul Zionis Yahudi (Part 1)

Zionisme
...awalnya merupakan gerakan politik Yahudi sekuler yang menginginkan
berdirinya negara Yahudi di atas bukit Zion di Palestina dan
sekitarnya.
Gerakan ini dilatarbelakangi klaim sepihak Yahudi atas
Palestina seperti yang tercantum ada kitab iblis Talmud dan kemudian
diperkuat oleh ribuan catatan kaki yang memenuhi Injil Scofield dan
Injil versi King James yang awalnya banyak dipakai orang Barat.
Injil
Scofield inilah yang melahirkan kelompok Judeo-Christian, sebuah
kelompok Kristen yang mendukung Zionisme.
Zion merupakan nama sebuah bukit yang terletk di barat day Al-Quds
(Yerusalem).
Kaum Yahudi percaya, pada lokasi tersebut, King Solomon
(Nabi Sulaiman a.s.) pernah membangun istananya (haikalnya) dan
menyimpan banyak harta karun di bawah tanah tersebut.
Harta tersebut
bukan hanya banyak sekali, namun memiliki daya magis yang sangat besar
sehingga mereka percaya akan bisa menjadi pemimpin dunia jika
memilikinya.
Tepat di hari jatuhnya Yerusalem, Godfroy de Bouillon mendirikan
Ordo Sion yang kemudian melahirkan Ordo militer Ksatria Templar.
Semua
ini balik ke Eropa setelah berhasil dikalahkan Shalahudin Al-Ayyubi
(1187). Di Eropa, mereka ditumpas King Philip Le Bell dan Paus Clement
pada 13 Oktober 1307.
Dua peneliti Inggris, Knight dan Lomas, di dalam bukunya “The Hiram
Key” menulis bahwa mereka telah menemukan sisa-sisa penggalian yang
dilakukan Templar di salah satu bagian tanah yang masih masuk dalam
markasnya.
Apa yang dilakukan para Templar ini terus berjalan selama
berabad-abad hingga sekarang, di mana kaum Zionis-Yahudi terus
melakukan penggalian di lokasi tersebut.
Seiring dengan perjalanan waktu, istilah ‘Zion’ tidak lagi menjadi
nama tempat, namun juga sebuah nama gerakan bagi orang-orang Yahudi
Sekuler untuk mendirikan satu negara di Tanah Palestina dengan
Yerusalem sebagai ibukotanya.
Nathan Bernbaum merupakan tokoh
Zionis-Yahudi pertama yang ‘menyeret’ istilah yang pada awalnya netral
ini menjadi begitu politis.
Pada 1 Mei 1776 Nathan mencetuskan Zionisme sebagai gerakan politik
bangsa Yahudi untuk mendiami kembali tanah Palestina.
Gagasan Bernbaum
didukung sejumlah tokoh Yahudi. Salah seorang tokohnya bernama Yahuda
Kalaj yang melemparkan gagasan mendirikan ‘negara Israel’ di tanah
Palestina. Dalam bukunya berjudul “Derishat Zion” (1826), Izvi Hirsch
Kalischer dengan getol mendukung Yahuda Kalaj dan memaparkan
kemungkinan-kemungkinannya.

Ide berawal dari Nathan Bernbaum ini kemudian terus dimasak oleh
tokoh-tokoh Yahudi sehingga menjadi rencana aksi yang matang. Seorang
Yahudi Jerman bernama Moses Hess, menyatakan jika untuk menguasai
Palestina, maka kaum Yahudi harus menggandeng orang-orang Barat dan
mempengaruhi mereka untuk mau kembali ke Palestina setelah kekalahan
yang memalukan dari umat Islam yang dipimpin Salahuddin Al-Ayyubi
beberapa abad silam.
Gagasan tokoh Yahudi ini akhirnya mendapat
dukungan dari sejumlah tokoh kolonialis Barat merasa memiliki irisan
kepentingan yang sama, yakni untuk menguasai wilayah Arab yang kaya.
Sejak itu maka mulailah orang-orang Yahudi mengalir ke Palestina dan
daerah sekitarnya. Apalagi keberadaan orang Yahudi di Eropa
sesungguhnya tidak disukai oleh orang-orang Kristen.
Pada 1891 sejumlah
pengusaha Palestina dengan nada prihatin mengirim telegram ke Istambul,
ibukota kekhalifahan Turki Utsmaniyah di mana kala itu Tanah palestina
merupakan bagian dari kekuasaannya.
Dengan penuh nada cemas, para
pengusaha Palestina menyatakan imigrasi orang-orang Yahudi ke
wilayahnya akan benar-benar jadi ancaman jika tidak dihentikan dengan
segera.
Lima tahun kemudian, terbit buku “Der Judenstaat” (1896) yang
ditulis seorang wartawan Yahudi-Austria bernama Theodore Hertzl. Buku
itu secara detil mengajukan konsep tentang upaya pendirian ‘negara
Israel’ di Palestina. Hertzl akhirnya dinobatkan sebagai ‘Bapak
Zionisme Modern’.

Strategi perjuangan Yahudi, oleh Hertzl, secara singkat bisa
diungkapkan dalam sebuah kalimat yang singkat namun penuh arti: “Bila
kita tenggelam, kita akan menjadi suatu kelas proletariat revolusioner,
pemanggul ide dari suatu partai revolusioner; bila kita bangkit,
dipastikan akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita yang dahsyat.”

Sebuah kalimat yang memiliki arti sangat dalam dan sungguh-sungguh
dijalankan oleh gerakan Zionisme, karena gerakan inilah yang kemudian
melahirkan ide komunisme yang menyatakan sebagai pejuang garda terdepan
dalam membebaskan proletariat, dan juga kapitalisme yang merupakan
negasi dari ide komunisme. Dan kaum Zionis mengambil keuntungan dari
pergolakan kedua kutub tersebut.
Dalam bukunya Hertzl tanpa sungkan menegaskan bahwa untuk mewujudkan
satu negara Yahudi di atas tanah Palestina, maka mustahil dengan
cara-cara demokratis.
Bahkan Hertzl memberikan resep jitu agar Tanah
Palestina bisa dikuasai Yahudi yakni dengan jalan memenuhi tanah
Palestina dengan orang Yahudi sehingga Yahudi menjadi mayoritas.
Untuk memperkecil populasi orang Palestina maka segala cara harus
dilakukan seperti teror, perang, pembersihan etnis, penyebaran
penyakit, pembukaan lahan kerja di negara tetangga, dan sebagainya.

Agar segala yang dilakukan gerakan Zionisme bisa diterima oleh dunia
internasional, maka tokoh-tokoh Yahudi seluruh dunia harus bisa
memaksakan dunia internasional untuk mensahkan satu undang-undang yang
melegitimasi eksistensi Yahudi di Palestina.
Dalam bukunya Hertzl menulis, “Kami akan mengeluarkan kaum tidak
berduit (maksudnya bangsa Palestina) dari perbatasan dengan cara
membuka lahan-lahan pekerjaan di negara-negara tetangga, dan bersamaan
dengan itu mencegah mereka memperoleh pekerjaan di negeri kami. Kedua
proses itu harus dilakukan secara rahasia.”


Zionisme
...awalnya merupakan gerakan politik Yahudi sekuler yang menginginkan
berdirinya negara Yahudi di atas bukit Zion di Palestina dan
sekitarnya.
Gerakan ini dilatarbelakangi klaim sepihak Yahudi atas
Palestina seperti yang tercantum ada kitab iblis Talmud dan kemudian
diperkuat oleh ribuan catatan kaki yang memenuhi Injil Scofield dan
Injil versi King James yang awalnya banyak dipakai orang Barat.
Injil
Scofield inilah yang melahirkan kelompok Judeo-Christian, sebuah
kelompok Kristen yang mendukung Zionisme.
Zion merupakan nama sebuah bukit yang terletk di barat day Al-Quds
(Yerusalem).
Kaum Yahudi percaya, pada lokasi tersebut, King Solomon
(Nabi Sulaiman a.s.) pernah membangun istananya (haikalnya) dan
menyimpan banyak harta karun di bawah tanah tersebut.
Harta tersebut
bukan hanya banyak sekali, namun memiliki daya magis yang sangat besar
sehingga mereka percaya akan bisa menjadi pemimpin dunia jika
memilikinya.
Tepat di hari jatuhnya Yerusalem, Godfroy de Bouillon mendirikan
Ordo Sion yang kemudian melahirkan Ordo militer Ksatria Templar.
Semua
ini balik ke Eropa setelah berhasil dikalahkan Shalahudin Al-Ayyubi
(1187). Di Eropa, mereka ditumpas King Philip Le Bell dan Paus Clement
pada 13 Oktober 1307.
Dua peneliti Inggris, Knight dan Lomas, di dalam bukunya “The Hiram
Key” menulis bahwa mereka telah menemukan sisa-sisa penggalian yang
dilakukan Templar di salah satu bagian tanah yang masih masuk dalam
markasnya.
Apa yang dilakukan para Templar ini terus berjalan selama
berabad-abad hingga sekarang, di mana kaum Zionis-Yahudi terus
melakukan penggalian di lokasi tersebut.
Seiring dengan perjalanan waktu, istilah ‘Zion’ tidak lagi menjadi
nama tempat, namun juga sebuah nama gerakan bagi orang-orang Yahudi
Sekuler untuk mendirikan satu negara di Tanah Palestina dengan
Yerusalem sebagai ibukotanya.
Nathan Bernbaum merupakan tokoh
Zionis-Yahudi pertama yang ‘menyeret’ istilah yang pada awalnya netral
ini menjadi begitu politis.
Pada 1 Mei 1776 Nathan mencetuskan Zionisme sebagai gerakan politik
bangsa Yahudi untuk mendiami kembali tanah Palestina.
Gagasan Bernbaum
didukung sejumlah tokoh Yahudi. Salah seorang tokohnya bernama Yahuda
Kalaj yang melemparkan gagasan mendirikan ‘negara Israel’ di tanah
Palestina. Dalam bukunya berjudul “Derishat Zion” (1826), Izvi Hirsch
Kalischer dengan getol mendukung Yahuda Kalaj dan memaparkan
kemungkinan-kemungkinannya.

Ide berawal dari Nathan Bernbaum ini kemudian terus dimasak oleh
tokoh-tokoh Yahudi sehingga menjadi rencana aksi yang matang. Seorang
Yahudi Jerman bernama Moses Hess, menyatakan jika untuk menguasai
Palestina, maka kaum Yahudi harus menggandeng orang-orang Barat dan
mempengaruhi mereka untuk mau kembali ke Palestina setelah kekalahan
yang memalukan dari umat Islam yang dipimpin Salahuddin Al-Ayyubi
beberapa abad silam.
Gagasan tokoh Yahudi ini akhirnya mendapat
dukungan dari sejumlah tokoh kolonialis Barat merasa memiliki irisan
kepentingan yang sama, yakni untuk menguasai wilayah Arab yang kaya.
Sejak itu maka mulailah orang-orang Yahudi mengalir ke Palestina dan
daerah sekitarnya. Apalagi keberadaan orang Yahudi di Eropa
sesungguhnya tidak disukai oleh orang-orang Kristen.
Pada 1891 sejumlah
pengusaha Palestina dengan nada prihatin mengirim telegram ke Istambul,
ibukota kekhalifahan Turki Utsmaniyah di mana kala itu Tanah palestina
merupakan bagian dari kekuasaannya.
Dengan penuh nada cemas, para
pengusaha Palestina menyatakan imigrasi orang-orang Yahudi ke
wilayahnya akan benar-benar jadi ancaman jika tidak dihentikan dengan
segera.
Lima tahun kemudian, terbit buku “Der Judenstaat” (1896) yang
ditulis seorang wartawan Yahudi-Austria bernama Theodore Hertzl. Buku
itu secara detil mengajukan konsep tentang upaya pendirian ‘negara
Israel’ di Palestina. Hertzl akhirnya dinobatkan sebagai ‘Bapak
Zionisme Modern’.

Strategi perjuangan Yahudi, oleh Hertzl, secara singkat bisa
diungkapkan dalam sebuah kalimat yang singkat namun penuh arti: “Bila
kita tenggelam, kita akan menjadi suatu kelas proletariat revolusioner,
pemanggul ide dari suatu partai revolusioner; bila kita bangkit,
dipastikan akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita yang dahsyat.”

Sebuah kalimat yang memiliki arti sangat dalam dan sungguh-sungguh
dijalankan oleh gerakan Zionisme, karena gerakan inilah yang kemudian
melahirkan ide komunisme yang menyatakan sebagai pejuang garda terdepan
dalam membebaskan proletariat, dan juga kapitalisme yang merupakan
negasi dari ide komunisme. Dan kaum Zionis mengambil keuntungan dari
pergolakan kedua kutub tersebut.
Dalam bukunya Hertzl tanpa sungkan menegaskan bahwa untuk mewujudkan
satu negara Yahudi di atas tanah Palestina, maka mustahil dengan
cara-cara demokratis.
Bahkan Hertzl memberikan resep jitu agar Tanah
Palestina bisa dikuasai Yahudi yakni dengan jalan memenuhi tanah
Palestina dengan orang Yahudi sehingga Yahudi menjadi mayoritas.
Untuk memperkecil populasi orang Palestina maka segala cara harus
dilakukan seperti teror, perang, pembersihan etnis, penyebaran
penyakit, pembukaan lahan kerja di negara tetangga, dan sebagainya.

Agar segala yang dilakukan gerakan Zionisme bisa diterima oleh dunia
internasional, maka tokoh-tokoh Yahudi seluruh dunia harus bisa
memaksakan dunia internasional untuk mensahkan satu undang-undang yang
melegitimasi eksistensi Yahudi di Palestina.
Dalam bukunya Hertzl menulis, “Kami akan mengeluarkan kaum tidak
berduit (maksudnya bangsa Palestina) dari perbatasan dengan cara
membuka lahan-lahan pekerjaan di negara-negara tetangga, dan bersamaan
dengan itu mencegah mereka memperoleh pekerjaan di negeri kami. Kedua
proses itu harus dilakukan secara rahasia.”


Zionisme
...awalnya merupakan gerakan politik Yahudi sekuler yang menginginkan
berdirinya negara Yahudi di atas bukit Zion di Palestina dan
sekitarnya.
Gerakan ini dilatarbelakangi klaim sepihak Yahudi atas
Palestina seperti yang tercantum ada kitab iblis Talmud dan kemudian
diperkuat oleh ribuan catatan kaki yang memenuhi Injil Scofield dan
Injil versi King James yang awalnya banyak dipakai orang Barat.
Injil
Scofield inilah yang melahirkan kelompok Judeo-Christian, sebuah
kelompok Kristen yang mendukung Zionisme.
Zion merupakan nama sebuah bukit yang terletk di barat day Al-Quds
(Yerusalem).
Kaum Yahudi percaya, pada lokasi tersebut, King Solomon
(Nabi Sulaiman a.s.) pernah membangun istananya (haikalnya) dan
menyimpan banyak harta karun di bawah tanah tersebut.
Harta tersebut
bukan hanya banyak sekali, namun memiliki daya magis yang sangat besar
sehingga mereka percaya akan bisa menjadi pemimpin dunia jika
memilikinya.
Tepat di hari jatuhnya Yerusalem, Godfroy de Bouillon mendirikan
Ordo Sion yang kemudian melahirkan Ordo militer Ksatria Templar.
Semua
ini balik ke Eropa setelah berhasil dikalahkan Shalahudin Al-Ayyubi
(1187). Di Eropa, mereka ditumpas King Philip Le Bell dan Paus Clement
pada 13 Oktober 1307.
Dua peneliti Inggris, Knight dan Lomas, di dalam bukunya “The Hiram
Key” menulis bahwa mereka telah menemukan sisa-sisa penggalian yang
dilakukan Templar di salah satu bagian tanah yang masih masuk dalam
markasnya.
Apa yang dilakukan para Templar ini terus berjalan selama
berabad-abad hingga sekarang, di mana kaum Zionis-Yahudi terus
melakukan penggalian di lokasi tersebut.
Seiring dengan perjalanan waktu, istilah ‘Zion’ tidak lagi menjadi
nama tempat, namun juga sebuah nama gerakan bagi orang-orang Yahudi
Sekuler untuk mendirikan satu negara di Tanah Palestina dengan
Yerusalem sebagai ibukotanya.
Nathan Bernbaum merupakan tokoh
Zionis-Yahudi pertama yang ‘menyeret’ istilah yang pada awalnya netral
ini menjadi begitu politis.
Pada 1 Mei 1776 Nathan mencetuskan Zionisme sebagai gerakan politik
bangsa Yahudi untuk mendiami kembali tanah Palestina.
Gagasan Bernbaum
didukung sejumlah tokoh Yahudi. Salah seorang tokohnya bernama Yahuda
Kalaj yang melemparkan gagasan mendirikan ‘negara Israel’ di tanah
Palestina. Dalam bukunya berjudul “Derishat Zion” (1826), Izvi Hirsch
Kalischer dengan getol mendukung Yahuda Kalaj dan memaparkan
kemungkinan-kemungkinannya.

Ide berawal dari Nathan Bernbaum ini kemudian terus dimasak oleh
tokoh-tokoh Yahudi sehingga menjadi rencana aksi yang matang. Seorang
Yahudi Jerman bernama Moses Hess, menyatakan jika untuk menguasai
Palestina, maka kaum Yahudi harus menggandeng orang-orang Barat dan
mempengaruhi mereka untuk mau kembali ke Palestina setelah kekalahan
yang memalukan dari umat Islam yang dipimpin Salahuddin Al-Ayyubi
beberapa abad silam.
Gagasan tokoh Yahudi ini akhirnya mendapat
dukungan dari sejumlah tokoh kolonialis Barat merasa memiliki irisan
kepentingan yang sama, yakni untuk menguasai wilayah Arab yang kaya.
Sejak itu maka mulailah orang-orang Yahudi mengalir ke Palestina dan
daerah sekitarnya. Apalagi keberadaan orang Yahudi di Eropa
sesungguhnya tidak disukai oleh orang-orang Kristen.
Pada 1891 sejumlah
pengusaha Palestina dengan nada prihatin mengirim telegram ke Istambul,
ibukota kekhalifahan Turki Utsmaniyah di mana kala itu Tanah palestina
merupakan bagian dari kekuasaannya.
Dengan penuh nada cemas, para
pengusaha Palestina menyatakan imigrasi orang-orang Yahudi ke
wilayahnya akan benar-benar jadi ancaman jika tidak dihentikan dengan
segera.
Lima tahun kemudian, terbit buku “Der Judenstaat” (1896) yang
ditulis seorang wartawan Yahudi-Austria bernama Theodore Hertzl. Buku
itu secara detil mengajukan konsep tentang upaya pendirian ‘negara
Israel’ di Palestina. Hertzl akhirnya dinobatkan sebagai ‘Bapak
Zionisme Modern’.

Strategi perjuangan Yahudi, oleh Hertzl, secara singkat bisa
diungkapkan dalam sebuah kalimat yang singkat namun penuh arti: “Bila
kita tenggelam, kita akan menjadi suatu kelas proletariat revolusioner,
pemanggul ide dari suatu partai revolusioner; bila kita bangkit,
dipastikan akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita yang dahsyat.”

Sebuah kalimat yang memiliki arti sangat dalam dan sungguh-sungguh
dijalankan oleh gerakan Zionisme, karena gerakan inilah yang kemudian
melahirkan ide komunisme yang menyatakan sebagai pejuang garda terdepan
dalam membebaskan proletariat, dan juga kapitalisme yang merupakan
negasi dari ide komunisme. Dan kaum Zionis mengambil keuntungan dari
pergolakan kedua kutub tersebut.
Dalam bukunya Hertzl tanpa sungkan menegaskan bahwa untuk mewujudkan
satu negara Yahudi di atas tanah Palestina, maka mustahil dengan
cara-cara demokratis.
Bahkan Hertzl memberikan resep jitu agar Tanah
Palestina bisa dikuasai Yahudi yakni dengan jalan memenuhi tanah
Palestina dengan orang Yahudi sehingga Yahudi menjadi mayoritas.
Untuk memperkecil populasi orang Palestina maka segala cara harus
dilakukan seperti teror, perang, pembersihan etnis, penyebaran
penyakit, pembukaan lahan kerja di negara tetangga, dan sebagainya.

Agar segala yang dilakukan gerakan Zionisme bisa diterima oleh dunia
internasional, maka tokoh-tokoh Yahudi seluruh dunia harus bisa
memaksakan dunia internasional untuk mensahkan satu undang-undang yang
melegitimasi eksistensi Yahudi di Palestina.
Dalam bukunya Hertzl menulis, “Kami akan mengeluarkan kaum tidak
berduit (maksudnya bangsa Palestina) dari perbatasan dengan cara
membuka lahan-lahan pekerjaan di negara-negara tetangga, dan bersamaan
dengan itu mencegah mereka memperoleh pekerjaan di negeri kami. Kedua
proses itu harus dilakukan secara rahasia.”


Zionisme
...awalnya merupakan gerakan politik Yahudi sekuler yang menginginkan
berdirinya negara Yahudi di atas bukit Zion di Palestina dan
sekitarnya.
Gerakan ini dilatarbelakangi klaim sepihak Yahudi atas
Palestina seperti yang tercantum ada kitab iblis Talmud dan kemudian
diperkuat oleh ribuan catatan kaki yang memenuhi Injil Scofield dan
Injil versi King James yang awalnya banyak dipakai orang Barat.
Injil
Scofield inilah yang melahirkan kelompok Judeo-Christian, sebuah
kelompok Kristen yang mendukung Zionisme.
Zion merupakan nama sebuah bukit yang terletk di barat day Al-Quds
(Yerusalem).
Kaum Yahudi percaya, pada lokasi tersebut, King Solomon
(Nabi Sulaiman a.s.) pernah membangun istananya (haikalnya) dan
menyimpan banyak harta karun di bawah tanah tersebut.
Harta tersebut
bukan hanya banyak sekali, namun memiliki daya magis yang sangat besar
sehingga mereka percaya akan bisa menjadi pemimpin dunia jika
memilikinya.
Tepat di hari jatuhnya Yerusalem, Godfroy de Bouillon mendirikan
Ordo Sion yang kemudian melahirkan Ordo militer Ksatria Templar.
Semua
ini balik ke Eropa setelah berhasil dikalahkan Shalahudin Al-Ayyubi
(1187). Di Eropa, mereka ditumpas King Philip Le Bell dan Paus Clement
pada 13 Oktober 1307.
Dua peneliti Inggris, Knight dan Lomas, di dalam bukunya “The Hiram
Key” menulis bahwa mereka telah menemukan sisa-sisa penggalian yang
dilakukan Templar di salah satu bagian tanah yang masih masuk dalam
markasnya.
Apa yang dilakukan para Templar ini terus berjalan selama
berabad-abad hingga sekarang, di mana kaum Zionis-Yahudi terus
melakukan penggalian di lokasi tersebut.
Seiring dengan perjalanan waktu, istilah ‘Zion’ tidak lagi menjadi
nama tempat, namun juga sebuah nama gerakan bagi orang-orang Yahudi
Sekuler untuk mendirikan satu negara di Tanah Palestina dengan
Yerusalem sebagai ibukotanya.
Nathan Bernbaum merupakan tokoh
Zionis-Yahudi pertama yang ‘menyeret’ istilah yang pada awalnya netral
ini menjadi begitu politis.
Pada 1 Mei 1776 Nathan mencetuskan Zionisme sebagai gerakan politik
bangsa Yahudi untuk mendiami kembali tanah Palestina.
Gagasan Bernbaum
didukung sejumlah tokoh Yahudi. Salah seorang tokohnya bernama Yahuda
Kalaj yang melemparkan gagasan mendirikan ‘negara Israel’ di tanah
Palestina. Dalam bukunya berjudul “Derishat Zion” (1826), Izvi Hirsch
Kalischer dengan getol mendukung Yahuda Kalaj dan memaparkan
kemungkinan-kemungkinannya.

Ide berawal dari Nathan Bernbaum ini kemudian terus dimasak oleh
tokoh-tokoh Yahudi sehingga menjadi rencana aksi yang matang. Seorang
Yahudi Jerman bernama Moses Hess, menyatakan jika untuk menguasai
Palestina, maka kaum Yahudi harus menggandeng orang-orang Barat dan
mempengaruhi mereka untuk mau kembali ke Palestina setelah kekalahan
yang memalukan dari umat Islam yang dipimpin Salahuddin Al-Ayyubi
beberapa abad silam.
Gagasan tokoh Yahudi ini akhirnya mendapat
dukungan dari sejumlah tokoh kolonialis Barat merasa memiliki irisan
kepentingan yang sama, yakni untuk menguasai wilayah Arab yang kaya.
Sejak itu maka mulailah orang-orang Yahudi mengalir ke Palestina dan
daerah sekitarnya. Apalagi keberadaan orang Yahudi di Eropa
sesungguhnya tidak disukai oleh orang-orang Kristen.
Pada 1891 sejumlah
pengusaha Palestina dengan nada prihatin mengirim telegram ke Istambul,
ibukota kekhalifahan Turki Utsmaniyah di mana kala itu Tanah palestina
merupakan bagian dari kekuasaannya.
Dengan penuh nada cemas, para
pengusaha Palestina menyatakan imigrasi orang-orang Yahudi ke
wilayahnya akan benar-benar jadi ancaman jika tidak dihentikan dengan
segera.
Lima tahun kemudian, terbit buku “Der Judenstaat” (1896) yang
ditulis seorang wartawan Yahudi-Austria bernama Theodore Hertzl. Buku
itu secara detil mengajukan konsep tentang upaya pendirian ‘negara
Israel’ di Palestina. Hertzl akhirnya dinobatkan sebagai ‘Bapak
Zionisme Modern’.

Strategi perjuangan Yahudi, oleh Hertzl, secara singkat bisa
diungkapkan dalam sebuah kalimat yang singkat namun penuh arti: “Bila
kita tenggelam, kita akan menjadi suatu kelas proletariat revolusioner,
pemanggul ide dari suatu partai revolusioner; bila kita bangkit,
dipastikan akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita yang dahsyat.”

Sebuah kalimat yang memiliki arti sangat dalam dan sungguh-sungguh
dijalankan oleh gerakan Zionisme, karena gerakan inilah yang kemudian
melahirkan ide komunisme yang menyatakan sebagai pejuang garda terdepan
dalam membebaskan proletariat, dan juga kapitalisme yang merupakan
negasi dari ide komunisme. Dan kaum Zionis mengambil keuntungan dari
pergolakan kedua kutub tersebut.
Dalam bukunya Hertzl tanpa sungkan menegaskan bahwa untuk mewujudkan
satu negara Yahudi di atas tanah Palestina, maka mustahil dengan
cara-cara demokratis.
Bahkan Hertzl memberikan resep jitu agar Tanah
Palestina bisa dikuasai Yahudi yakni dengan jalan memenuhi tanah
Palestina dengan orang Yahudi sehingga Yahudi menjadi mayoritas.
Untuk memperkecil populasi orang Palestina maka segala cara harus
dilakukan seperti teror, perang, pembersihan etnis, penyebaran
penyakit, pembukaan lahan kerja di negara tetangga, dan sebagainya.

Agar segala yang dilakukan gerakan Zionisme bisa diterima oleh dunia
internasional, maka tokoh-tokoh Yahudi seluruh dunia harus bisa
memaksakan dunia internasional untuk mensahkan satu undang-undang yang
melegitimasi eksistensi Yahudi di Palestina.
Dalam bukunya Hertzl menulis, “Kami akan mengeluarkan kaum tidak
berduit (maksudnya bangsa Palestina) dari perbatasan dengan cara
membuka lahan-lahan pekerjaan di negara-negara tetangga, dan bersamaan
dengan itu mencegah mereka memperoleh pekerjaan di negeri kami. Kedua
proses itu harus dilakukan secara rahasia.”




Zionisme
...awalnya merupakan gerakan politik Yahudi sekuler yang menginginkan
berdirinya negara Yahudi di atas bukit Zion di Palestina dan
sekitarnya.
Gerakan ini dilatarbelakangi klaim sepihak Yahudi atas
Palestina seperti yang tercantum ada kitab iblis Talmud dan kemudian
diperkuat oleh ribuan catatan kaki yang memenuhi Injil Scofield dan
Injil versi King James yang awalnya banyak dipakai orang Barat.
Injil
Scofield inilah yang melahirkan kelompok Judeo-Christian, sebuah
kelompok Kristen yang mendukung Zionisme.
Zion merupakan nama sebuah bukit yang terletk di barat day Al-Quds
(Yerusalem).
Kaum Yahudi percaya, pada lokasi tersebut, King Solomon
(Nabi Sulaiman a.s.) pernah membangun istananya (haikalnya) dan
menyimpan banyak harta karun di bawah tanah tersebut.
Harta tersebut
bukan hanya banyak sekali, namun memiliki daya magis yang sangat besar
sehingga mereka percaya akan bisa menjadi pemimpin dunia jika
memilikinya.
Tepat di hari jatuhnya Yerusalem, Godfroy de Bouillon mendirikan
Ordo Sion yang kemudian melahirkan Ordo militer Ksatria Templar.
Semua
ini balik ke Eropa setelah berhasil dikalahkan Shalahudin Al-Ayyubi
(1187). Di Eropa, mereka ditumpas King Philip Le Bell dan Paus Clement
pada 13 Oktober 1307.
Dua peneliti Inggris, Knight dan Lomas, di dalam bukunya “The Hiram
Key” menulis bahwa mereka telah menemukan sisa-sisa penggalian yang
dilakukan Templar di salah satu bagian tanah yang masih masuk dalam
markasnya.
Apa yang dilakukan para Templar ini terus berjalan selama
berabad-abad hingga sekarang, di mana kaum Zionis-Yahudi terus
melakukan penggalian di lokasi tersebut.
Seiring dengan perjalanan waktu, istilah ‘Zion’ tidak lagi menjadi
nama tempat, namun juga sebuah nama gerakan bagi orang-orang Yahudi
Sekuler untuk mendirikan satu negara di Tanah Palestina dengan
Yerusalem sebagai ibukotanya.
Nathan Bernbaum merupakan tokoh
Zionis-Yahudi pertama yang ‘menyeret’ istilah yang pada awalnya netral
ini menjadi begitu politis.
Pada 1 Mei 1776 Nathan mencetuskan Zionisme sebagai gerakan politik
bangsa Yahudi untuk mendiami kembali tanah Palestina.
Gagasan Bernbaum
didukung sejumlah tokoh Yahudi. Salah seorang tokohnya bernama Yahuda
Kalaj yang melemparkan gagasan mendirikan ‘negara Israel’ di tanah
Palestina. Dalam bukunya berjudul “Derishat Zion” (1826), Izvi Hirsch
Kalischer dengan getol mendukung Yahuda Kalaj dan memaparkan
kemungkinan-kemungkinannya.

Ide berawal dari Nathan Bernbaum ini kemudian terus dimasak oleh
tokoh-tokoh Yahudi sehingga menjadi rencana aksi yang matang. Seorang
Yahudi Jerman bernama Moses Hess, menyatakan jika untuk menguasai
Palestina, maka kaum Yahudi harus menggandeng orang-orang Barat dan
mempengaruhi mereka untuk mau kembali ke Palestina setelah kekalahan
yang memalukan dari umat Islam yang dipimpin Salahuddin Al-Ayyubi
beberapa abad silam.
Gagasan tokoh Yahudi ini akhirnya mendapat
dukungan dari sejumlah tokoh kolonialis Barat merasa memiliki irisan
kepentingan yang sama, yakni untuk menguasai wilayah Arab yang kaya.
Sejak itu maka mulailah orang-orang Yahudi mengalir ke Palestina dan
daerah sekitarnya. Apalagi keberadaan orang Yahudi di Eropa
sesungguhnya tidak disukai oleh orang-orang Kristen.
Pada 1891 sejumlah
pengusaha Palestina dengan nada prihatin mengirim telegram ke Istambul,
ibukota kekhalifahan Turki Utsmaniyah di mana kala itu Tanah palestina
merupakan bagian dari kekuasaannya.
Dengan penuh nada cemas, para
pengusaha Palestina menyatakan imigrasi orang-orang Yahudi ke
wilayahnya akan benar-benar jadi ancaman jika tidak dihentikan dengan
segera.
Lima tahun kemudian, terbit buku “Der Judenstaat” (1896) yang
ditulis seorang wartawan Yahudi-Austria bernama Theodore Hertzl. Buku
itu secara detil mengajukan konsep tentang upaya pendirian ‘negara
Israel’ di Palestina. Hertzl akhirnya dinobatkan sebagai ‘Bapak
Zionisme Modern’.

Strategi perjuangan Yahudi, oleh Hertzl, secara singkat bisa
diungkapkan dalam sebuah kalimat yang singkat namun penuh arti: “Bila
kita tenggelam, kita akan menjadi suatu kelas proletariat revolusioner,
pemanggul ide dari suatu partai revolusioner; bila kita bangkit,
dipastikan akan bangkit juga kekuasaan keuangan kita yang dahsyat.”

Sebuah kalimat yang memiliki arti sangat dalam dan sungguh-sungguh
dijalankan oleh gerakan Zionisme, karena gerakan inilah yang kemudian
melahirkan ide komunisme yang menyatakan sebagai pejuang garda terdepan
dalam membebaskan proletariat, dan juga kapitalisme yang merupakan
negasi dari ide komunisme. Dan kaum Zionis mengambil keuntungan dari
pergolakan kedua kutub tersebut.
Dalam bukunya Hertzl tanpa sungkan menegaskan bahwa untuk mewujudkan
satu negara Yahudi di atas tanah Palestina, maka mustahil dengan
cara-cara demokratis.
Bahkan Hertzl memberikan resep jitu agar Tanah
Palestina bisa dikuasai Yahudi yakni dengan jalan memenuhi tanah
Palestina dengan orang Yahudi sehingga Yahudi menjadi mayoritas.
Untuk memperkecil populasi orang Palestina maka segala cara harus
dilakukan seperti teror, perang, pembersihan etnis, penyebaran
penyakit, pembukaan lahan kerja di negara tetangga, dan sebagainya.

Agar segala yang dilakukan gerakan Zionisme bisa diterima oleh dunia
internasional, maka tokoh-tokoh Yahudi seluruh dunia harus bisa
memaksakan dunia internasional untuk mensahkan satu undang-undang yang
melegitimasi eksistensi Yahudi di Palestina.
Dalam bukunya Hertzl menulis, “Kami akan mengeluarkan kaum tidak
berduit (maksudnya bangsa Palestina) dari perbatasan dengan cara
membuka lahan-lahan pekerjaan di negara-negara tetangga, dan bersamaan
dengan itu mencegah mereka memperoleh pekerjaan di negeri kami. Kedua
proses itu harus dilakukan secara rahasia.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar